Posted in
Cerpen
Suatu hari,
pada tahun 2002, Pondok Pesantren Sabilun Najah mendapat sumbangan dari Depag
(Departemen Agama) berupa dua gulungan karpet besar berukuran kurang lebih 100
m2 per satu karpet, cukup
untuk mengalasi masjid pondok.
Dan ya, karpet
itu digunakan sebagai alas di masjid Sabilun Najah. Selama kuarang lebih dua
bulan, karpet itu belum mengalami sesuatu yang tidak diinginkan. Insiden pun
terjadi pada bulan berikutnya.
Seperti halnya
di pondok-pondok lain yang memiliki masjid, santri pondok Sabilun Najah pun
sering tidur di masjid. Dan karena itulah sesuatu yang tidak diinginkan
terjadi. Pada suatu malam Jum’at, ketika banyak santri tidur di masjid, ada
seorang santri yang ngompol, atau lebih tepatnya kencing sambil tidur, dan celakanya
air kencingnya mengenai karpet.
Seperti
diketahui, air kencing adalah salah satu najis mutawasithah, maka
keesokan harinya setelah terkena air kencing, karpet pun dicuci. Karena
ukurannya yang besar, tidak cukup satu orang yang mengangkat karpet tersebut,
dibutuhkanlah dua puluh orang untuk mengangkatnya. Dan tidak hanya itu,
mencucinya pun butuh waktu yang lama, kurang lebih dua belas jam dari pagi
sampai sore.
Setelah
selesai, pada sore hari menjelang maghrib, karpet di jemur di tengah-tengah
lapangan pondok yang memang cukup luas. Lagi-lagi sesuatu terjadi. Butuh waktu
yang sangat lama untuk mengeringkan karpet tersebut. Kurang lebih setengah
bulan menjemur, waktu yang dibutuhkan untuk membuat karpet kering sempurna.
Setelah kering,
karpet dipasang kembali sebagai alas di masjid. Dan tragedi pun terulang.
Karpet itu dikencingi lagi. Kambali para santri mencucinya dari pagi sampai
sore. Dan dijemur lagi selama lima belah hari.
Supaya kejadian
itu tidak terulang untuk ketiga kalinya, pengurus pondok pun rapat. Dan
hasilnya, karpet harus disimpan di gudang mushalla sesepuh pesantren yang sudah
meninggal sepuluh tahun lalu yang jarak dari pondok ke mushalla tersebut
sekitar satu kilometer ke arah selatan.
Untuk beberapa
bulan, karpet aman di gudang mushalla.
Tetapi
muncullah santri yang sedikit iseng. Ia dan teman-teman sekamarnya ingin
memberikan alas di kamar mereka. Dan mereka pun pada suatu malam sambil membawa
gerobak, mereka pergi ke mushalla tersebut. Kemudian mereka memotong karpet
hingga ukuran 16 m2.
Setelah
kejadian itu, santri lain pun meniru. Dan sekarang karpet yang asalnya 100 m2
menjadi ukuran yang kecil-kecil, dari mulai ukuran 4x4 meter sampai 0,5x1
meter.