Posted in
Cerpen
Di suatu tempat di
Indramayu tepatnya di desa Juntinyuat kecamatan Karangampel, hiduplah seorang
anak bernama Sholeh. Sejak kecil Sholeh sudah ditinggal wafat ayahnya sehingga
ia sekarang hidup berdua dengan ibunya tercinta.
Pendidikan formalnya
hanya sampai tingkat tsanawiyah di
desanya. Melihat teman-temannya yang melanjutkan sekolah ke tingkat Aliyah-atau
sederajat, Sholeh merasa iri. Sholeh pun ingin melanjutkan sekolah. Ia
menyampaikan keinginannya kepada ibunya.
“Bu, Sholeh ingin melanjutkan
sekolah” katanya.
“Ibu tidak punya
biaya untukmu sekolah, buat makan saja tidak ada” ibunya menjawab sambil
mencucurkan air mata. Clak…clak…clak…
Sholeh dan ibunya
pun terdiam sejenak.
“Ya sudah, Sholeh
mondok saja” Sholeh memulai kembali pembicaraan.
“Baiklah kalau kamu
ingin mondok. Tapi, ibu tidak punya uang untuk ongkos kamu pergi ke pondok,
terlebih memberimu uang untuk makan setiap bulan” ibunya masih mencucurkan air
mata.
“Bu, di belakang
rumah ada pohon pisang, bagaimana kalau kita tebang saja untuk bekal Sholeh di
perjalanan ke pondok ?” katanya meminta pendapat dari ibunya.
“Silahkan” ibunya
pun membolehkan
Keesokan harinya,
Sholeh berangkat ke pondok di daerah Jawa Timur hanya seorang diri sambil
membawa pisang yang kemarin ia tebang. Sebelum berangkat Ia berpamitan kepada
ibunya. “Doakan Sholeh, Bu” pintanya kepada ibunya.
Setelah berpamitan,
Sholeh berangkat ke Jawa Timur. Karena tidak membawa uang sepeser pun ia
berangkat dengan berjalan kaki. Ketika lelah, ia beristirahat sambil memakan
pisangnya.
Singkat cerita,
Sholeh pun sampai di pondok daerah Jawa Timur setelah beberapa hari perjalanan yang
ia tempuh dengan berjalan kaki.
Di depan gerbang
pesantren Sholeh hanya terdiam. Tak lama kemudian, datanglah seorang kiayi
pemilik pesantren itu.
“Mengapa kau
melamun anak muda, apa yang kau inginkan ?” tanya kiayi tersebut
“Begini kiayi, saya
ingin mondok di sini” jawabnya singkat.
“Baiklah aku terima
kau menjadi santriku. Dari mana asalmu ?”
“Indramayu”
“Jauh juga
ternyata”
“Tapi kiayi, aku
tidak punya uang untuk biaya mesantern di sini.
“Kalu begitu, kau ku
tugaskan membantu istriku memasak nasi di dapur. Bagaimana?” kiayi menawarkan
“Aku sangat senang
membantu istri kiayi”
“Siapa namamu?”
“Sholeh”
Keesokan harinya
sholeh mulai memasak bersama istri kiayinya.Sholeh pun menikmati pekerjaanya
tersebut.
Sebulan dua bulan,
setahun dua tahun, pekerjaan Sholeh di pondok hanya memasak, tidak pernah
mengaji. Sholeh pun sedikit cemas. Ia pun menemui kiayinya.
“Assalamu’alaikum.
Kiayi, aku sudah dua tahun mondok di sini. Tapi, aku belum pernah mengaji
sekali pun. Kapan aku mulai menyaji ?” Tanya Sholeh kepada kiayi.
“Kau tidak usah
mengaji, nanti akan ku berikan ilmu jujur” jawab kiayi
“Jujur ?” Sholeh
heran.
“Yah, ilmu jujur”
kiayi meninggalkan Sholeh yang masih kebingungan.
Setelah sepuluh
tahun Sholeh mondok, Ia tidak pernah mengaji sekali pun. Ia pun meminta ijin
untuk boyong kepada kiayinya.
“Assalamu’alaikum”
Sholeh memberi salam kepada kiayi.
“Wa‘alaikum salam.
Ada apa Leh ?” Tanya kiayi
“Aku mau boyong” jawab Sholeh
“Baiklah aku
ijinkan kau meninggalkan pondok ini dan ingat di rumah nanti kau harus selalu
jujur kepada siapapun” kiayi berpesan kepada Sholeh.
Setelah mendapat
ijin dari kiayi, Sholeh pun bergegas pulang menuju kampung halamannya di
Juntinyuat, Karangampel, Indramayu. Tak lupa Ia mengamalkan ucapan kiayi yaitu
harus selalu jujr kepada siapa pun.
Setelah sampai di kampung
halaman, Sholeh jatuh cinta kepada seorang perempuan. Singkat cerita, karena
kejujurannya, Sholeh pun menikahi perempuan tersebut.
Walaupun hanya
lulusan tsanawiyah, Sholeh dapat bekerja di kecamatan karena kejujurannya.
Tetapi di kemudian hari Ia dipecat dari kecamatan karena kejujurannya pula.
Ceritanya, Sholeh
mengetahui bahwa Camat kecamatan Karangampel tersebut korupsi, kemudian Ia
melaporkannya ke kepolisian setempat. Setelah itu, Camat masuk penjara dan
Sholeh dipecat.
Sholeh kembali
menjadi pengangguran.
Karena
kejujurannya, Allah memberi keistimewaan kepadanya berupa kemampuan mengobati
seseorang dengan menyemburkan air kepada pasien.
Banyak orang sakit datang
kepada Sholeh untuk diobati, tetapi karena kejujurannya, Ia menolak untuk di
bayar. Dan pada suatu hari ada seorang kaya memberinya amplop yang lumayan
tebal. “Ini untuk apa ?” tanya Sholeh kepada orang kaya tersebut. “Sekedar buat
beli rokok saja lah” jawab orang kaya.
Setelah dibuka,
ternyata isi amplop tersebut lima juta rupiah. Karena kejujurannya, Ia pun
menggunakan uang lima juta tersebut untuk membeli rokok. Saking banyaknya,
rokok yang Ia beli dibagikan kepada tetangga sekitar.
Suatu hari, ada
seorang utusan yang datang ke rumah Sholeh dan untuk memintanya ke Jakarta
mengobati bosnya yang sedang sakit keras. Pergilah Sholeh ke Jakarta untuk
mengobati bosnya orang tersebut dengan ojeg. Setelah disembur air, bosnya pun
sembuh. Dan Sholeh diberi amplop. “Ini untuk apa ?” Tanya Sholeh. “Sekedar buat
beli bensin” jawabnya.
Ketika dibuka
amplop tersebut isinya sepuluh juta.
Di perjalanan
pulang, bensin motor yang ditumpanginya habis dan diisinya sampai penuh.
Kemudian karena kejujurannya setiap ada kendaraan yang mengisi bensin di sana
pembayarannya di tanggung oleh Sholeh.
Setelah sampai
rumah, istrinya bertanya “Mas dapat uang gak?”.
Sholeh pun menjawab “Dapat tapi sudah habis dibelikan bensin semua”.
Suatu hari Sholeh
ingin berkunjung ke pondoknya dulu sekedar untuk sillaturrahmi kepada kiayinya.
Sholeh pun berangkat ke pondoknya di Jawa Timur.
Saat bertemu
kiayinya, Sholeh menceritakan semua yang dialaminya ketika mengamalkan
kejujuran. Kiayinya pun bangga kepada Sholeh.
“Bagus, kamu sudah
mengamalkan ilmu jujur dariku. Sekarang perglah ke Tasikmalaya dan temuilah
seorang tua pencari ikan yang hidup sebatang kara.”
Sholeh pun bergegas
menuju Tasikmalaya untuk memenuhi perintah kiayinya. Setelah sampai, ia
langsung mencari orang tua yang sesuai dengan yang diceritakan kiayinya.
Setelah beberapa hari tidak ia temukan. Dan pada suatu hari di suatu sungan ada
orang tua yang sedang mencari ikan. Sholeh pun langsung menghampirinya. Sholeh
pun langsung menanyakan kepada orang tua itu tentang orang tua yang ia maksud.
“Yang anda maksud
itu saya. Sekarang sampaikan salamku kepada kiayimu” kata orang tua tersebut.
“Lho, kamu tahu
sih?” Tanya Sholeh keheranan.
“Aku teman dekat
kiayimu, aku juga tahu tentangmu. Kau adalah santrinya yang bernama Sholeh yang
berasal dari Indramayu yang mengamalkan kejujuran yang diperintahkannya.
“Ya benar.”
“Karena kejujuranmu
Allah mengangkat derajatmu menjadi waliyullah.”
Begitulah
perjalanan hidup Sholeh yang mengamalkan kejujuran yang akhirnya menjadi
waliyullah (kekasih Allah).
By: Mas TB