Follow me on Twitter RSS FEED

Pages

Wali Abdal

Posted in
Suatu hari, di desa Kasab, Cirebon hidup seorang tukang becak yang bernama Udin, biasa dipanggil Mang Udin. Berbeda dengan tukang becak lainnya Mang Udin sangat alim. Ketika waktu sholat datang, beliau langsung menuju masjid Al-Miftah untuk sholat berjama’ah.
    Biasanya Mang Udin adalah orang yang datang pertama ke masjid, tetapi hal itu berubah setelah tiga hari yang lalu ketika seorang pemuda mendahului beliau ke masjid. Setiap Mang Udin datang di masjid, pemuda tersebut sudah duduk di barisan paling depan sambil berzikir.
    “Sebenarnya pemuda itu siapa ?” Tanya Mang Udin dalam hati
    Karena penasaran, setelah sholat Isya berjama’ah Mang Udin hendak menemui pemuda tersebut. Tetapi, sebelum sempat ditemui pemuda tersebut sudah menghilang entah kemana.
    Keesokan harinya, Mang Udin berdiri di depan gerbang masjid untuk menemui pemuda tersebut.
    “Assalamu’alaikum”
    “Waalaikum Salam”
    “Maaf Mas, sebenarnya anda siapa ?” Tanya Mang Udin.
    “Maaf Mang saya tidak bisa menjawabnya sekarang saya sedang sibuk.” Jawabnya.
    Keesokan harinya, Mang Udin maenghadang pemuda itu di pintu masjid. Dan beliau pun menanyakan kepadanya hal yang kemarin ditanyakan.
    “Maaf Mas, sebenarnya anda siapa ?” Tanya Mang Udin.
“Baiklah jika memang Mang Udin ingin tahu saya ajak Mang Udin ke rumah saya” jawab pemuda tersebut.
Setelah berjalan kaki beberapa menit, terlihatlah sebuah gubuk di tengah-tengah kuburan di sekitar Makbaroh.
“Itu rumah saya” kata si pemuda sambil menunjuk gubuk tersebut.
Setelah masuk gubuk si pemuda berkata lagi.
“Ini adalah tempat saya mendakatkan diri kepada Allah untuk mencapai derajat ma’rifat. Itulah sebabnya saya selalu menjauh dari populasi manusia” katanya.
“Siapa namamu ?” Mang Udin bertanya.
“Nama saya Wahyu” jawabnya
“Dari mana asalmu ?”
“Dari desa Keranggetas, Jombang.”
“Apakah orang tuamu masih ada ?”
“Masih. Orang tuaku adalah Kiayi Ahmad, pengasuh pondok pesantren di Jombang.”
“Terima kasih. Ternyata anda bukan orang biasa” kata Mang Udin.
“Sama-sama” kata Wahyu mengakhiri pembicaraan.
Belum puas dengan jawaban Wahyu, Mang Udin pergi ke Jombang mencari orang tua Wahyu, Kiayi Ahmad.
Sampailah Mang Udin di pesantren milik Kiayi Ahmad. Pesantrennya sangat besar dan memiliki ribuan santri. Karena takjub, Mang Udin bergumam, “Wah, tidak mungkin anak berpakaian compang-camping seperti Wahyu adalah anak dari pengasuh pesantren seperti ini”.
Mang Udin pun menemui Kiayi Ahmad, ayah Wahyu.
“Assalamu’alaikum” Mang Udin mengucapkan salam.
“Waalaikum Salam” Kiayi Ahmad menjawab.
“Romo Yai, apakah benar sampean memiliki anak yang bernama Wahyu ?”
“Ya saya memang punya anak yang bernama Wahyu tapi dia sudah lama pergi dari rumah. Apakah bapak tahu di mana wahyu sekarang ?”
“Saya tahu, sekarang Wahyu berada di Cirebon. Memangnya kenapa wahyu sampai meninggalkan rumah ?”
“Sejak kecil dia memang anak yang aneh. Dia tidak suka berbaur dengan masyarakat. Padahal saya sudah mewariskan pondok ini kepadanya karena anak pertama saya perempuan. Mungkin itulah alasannya mengapa dia meninggalkan rumah ini..”
“Sepertinya memang itulah alasannya. Wahyu berkata kepada saya bahwa dia sedang mendekatkan dir kepada Allah.”
“Kalau itu sudah pilihan hidupnya, saya tidak akan melarangnya, selama dia masih berada di jalan Allah.”
Kemudian Mang Udin mengakhiri obrolan dengan Kiayi Ahmad dan segera pulang menuju Cirebon.
Inilah cerita seorang Wahyu, dia anak kiayi yang kaya, pemilik pondok besar di Jombang. Tetapi demi mencapai derajat ma’rifat, dia rela meninggalkan semua itu semata-mata untuk mendakatkan diri kepada Allah.

By Mas TB

1 komentar:

madotz mengatakan...

subhanallohhhh .... pentingnya mendapatkan dan mendekatkan pada alloh...demi mendapatkan ridho alloh

Posting Komentar

Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...