Follow me on Twitter RSS FEED

Pages

Surat Cinta Dari Allah

Posted in
Setiap hari, aku terus memperhatikannya. Wanita yang jadi pujaan hatiku. Baru kali ini aku menemukan wanita secantik dia. Baru kali ini pula aku merasakan jatuh cinta. Memang semenjak aku masuk sekolah dasar sampai sekolah menengah atas aku tidak pernah merasakan cinta. Kalau pun pernah hanya cinta yang tidak sesungguhnya alias cinta monyet. Tapi sekarang setelah aku masuk IAIN[1] Cirebon aku merasakan cinta yang sesungguhnya.
Wanita itu bernama Azizah. Ia lulusan pondok di daerah Ciamis. Selain parasnya yang memang rupawan, ketika membaca Al-Qur’an suaranya merdu layaknya Qori’ah internasional.
Aku pun berencana menyatakan cinta kepadanya. Tentu aku berharap dia mau menerima cintaku. Kususun planning untuk menyatakan cinta kepadanya. Rencananya besok aku akan menemuinya di Mushalla IAIN Cirebon setelah shalat Ashar. Oke, mungkin itu akan berhasil. Semoga.
Malam ini aku tidur dengan perasaan harap-harap cemas. Yah, aku terus memikirkan apakah Azizah mau menerima cintaku atau tidak. Tapi aku optimis dia akan menerima cintaku. Aku optimis karena dia memang teman baikku.
Tepat pukul empat pagi aku bangun dari tidur tak nyenyakku. Aku langsung mandi supaya segar. Rasulullah mengajarkan bahwa mandi pagi membuat tubuh menjadi sehat, tidak hanya mandi tapi juga dilengkapi dengan minum air sejuk (bukan air es).
Setelah shalat shubuh berjamaah aku membaca Al-Qur’an. Dan sedikit membaca wirid seperti ratib dan sebagainya. Dan tepat jam tujuh pagi aku berangkat ke kampus IAIN Cirebon.
Sesuai jadwal yang kubuat sendiri aku menuju mushalla untuk menjalankan ibadah shalat Ashar dan setelah itu menemui Azizah. Sekarang aku sudah benar-benar siap.
Aku menghampiri Azizah yang kebetulan sedang berjalan sendirian.
Assalamualaikum.”
Waalaikum Salam.”
“Emm, aku mau mengatakan sesuatu. Tapi bingung harus mulai dari mana.”
“Mau bilang apa sih.”
“Setelah selama ini hubungan kita adalah teman, aku ingin lebih dari itu.”
“Maksudnya ?”
“Aku mencintaimu dan aku ingin kita berpacaran.”
Azizah terdiam. Aku pun diam menunggu jawaban darinya.
“Maaf, Mas Agus. Aku tidak bisa berpacaran denganmu.”
“Kenapa ?” tanyaku kecewa
“Aku tidak bisa menyebutkan alasannya. Aku hanya tidak ingin berpacaran denganmu.”
Mendengar jawaban dari Azizah, hatiku remuk seperti dipukul oleh benda yang sangat keras. Aku tidak tahu mengapa dia tega memperlakukanku seperti itu. Padahal kami adalah teman baik. Teman yang sangat dekat.
Aku pulang ke pondok dengan hati hancur berkepi-keping. Malangnya nasibku ini. Cintaku ditolak oleh wanita yang sangat kucintai. Aku menjadi tidak ingin melakukan apa-apa selain melamun di depan lemari tercinta. Lemari yang berisi barang-barang pribadiku.
Hari-hariku kulalui dengan perasaan gelisah. Aku tak tahu harus berbuat apa. Pikiranku tidak karuan. Aku pun jadi sering meninggalkan shalat berjamaah yang biasanya aku lakukan setiap hari, baik di masjid pondok atau di mushalla kampus.
Suatu hari, pulang dari kampus melewati Maqbaroh KH. Hannan di salah satu komplek pemakaman desa Babakan Ciwaringin Cirebon. Aku pun masuk dan langsung membaca tahlil kemudian berdo’a. Dalam doaku aku selalu meminta petunjuk kepada Allah apa yang harus aku lakukan. Setelah selesai hatiku menjadi lebih tenang.
Hari berikutnya, aku kembali berziarah ke Maqbaroh KH. Hannan. Hatiku pun kembali menjadi tenang. Dan akhirnya setiap pulang dari kampus aku tidak melewatkan berziarah ke Maqbaroh KH. Hannan. Dan seperti biasa setelah ziarah hatiku menjadi tenang. Dengan perlahan, aku dapat melupakan Azizah.
Pada suatu hari, saat ziarah aku bertemu seorang tukang servis komputer. Penampilannya biasa tapi akhlaknya luar biasa. Dia banyak bercerita tentang pengalaman hidupnya yang penuh motivasi. Kami banyak bertukar cerita. Aku pun menceritakan pengalamanku dengan Azizah. Dia bilang bahwa kegagalan adalah kemenangan yang tertunda meskipun dalam hal yang berbeda.
Kemudian dia memberi e-book[2] berjudul “7 Keajaiban Rezeki” karangan Ippho Santoso kepadaku. Aku pun menerimanya. Setelah sampai di pondok aku langsung membuka e-book tersebut. Buku ini berisi tentang cara-cara menambah rezeki dan merubah nasib dalam 99 hari. Dan aku membaca dengan teliti. Karena mengantuk, setelah selesai bab pertama aku lanjutkan membaca besok.
Bab kedua berjudul Sepasang Bidadari. Kubaca dengan teliti setiap kalimatnya. Yang dimaksud “Sepasang Bidadari” adalah orang tua dan pasangan (istri atau suami). Di situ diterangkan bahwa untuk menambah rezeki dan merubah nasib maka kita harus meminta maaf kepada “sepasang bidadari” tersebut. Karena aku belum mempunyai pasangan, maka aku hanya meminta maaf kepada orang tuaku saja.
Di situ diterangkan bahwa kita harus meminta maaf kepada orang tua kita sampai mereka memaafkan kita sampai kesalahan terkecil kita. Aku langsung menelpon orang tuaku dan langsung meminta maaf kepada mereka. Aku meminta maaf sambil menangis tersedu-sedu. Demikian juga orang tuaku. Kami pun sama-sama menangis. Setelah itu orang tuaku memaafkan semua kesalahanku. Alhamdulillah. Hatiku menjadi lega.
Diterangkan pula bahwa kita harus memperbanyak amal ibadah kita kepada Allah dan manusia tentunya. Memperbanyak bukan berarti menambah ibadah dengan yang belum kita lakukan, tetapi cukup dengan meningkatkan dan mengistiqomahkan amal ibadah yang biasa kita lakukan. Seperti kita jarang sholat sunnah rawatib[3] maka kita harus melakukannya. Demikian juga shadaqah kita harus memperbanyaknya. Alhamdulillah sedikit demi sedikit aku bisa melakukannya.
Tahap selanjutnya yaitu doaku dan orang tuaku harus sama. Biasanya orang tua hanya mendoakan hal yang umum saja kepada anak, seperti anaknya menjadi sukses dan sebagainya. Kalau seperti itu  tentu belum jelas sukses yang seperti apa yang diharapkan. Nah, berhubung sekarang aku sangat menginginkan kendaraan untuk kuliah, aku langsung menyampaikannya kepada orang tuaku. Mengingat surga ada di bawah telapak kaki ibu, aku terlebih dahulu menelpon ibuku.
Assalamualaikum.”
Waalaikum Salam.”
“Bu, aku sekarang ‘kan kuliah, aku ingin kendaraan untuk kelancaran kuliahku. Tolong ibu doakan supaya dapat membeli kendaraan.”
“Tentu saja anakku, ibu selalu mendoakan yang terbaik untukmu.”
“Terima kasih, bu. Tapi untuk kali ini ibu mengkhususkan doa ibu supaya aku bisa punya kendaraan.”
“Baiklah anakku, segala yang kau inginkan akan ibu lakukan.”
“Terima kasih, ibuku tercinta.”
“Sama-sama, anakku tercinta.”
Setelah menelpon ibuku aku menelpon ayahku.
Assalamualaikum.”
Waalaikum Salam.”
“Pak, aku ingin membeli kendaraan untuk kelancaran kuliah.”
“Kenapa tidak bilang dari dulu ?”
“Memangnya kenapa ?”
“Bapak baru saja membeli kolam ikan baru untuk kebutuhan usaha bapak. Dan sekarang uang bapak sudah habis.”
“Ya sudah, aku tidak akan memaksa.”
Wassalamualaikum.”
Waalaikum Salam.”
Kuakhiri percakapan bersama ayahku dengan perasaan kecewa. Tapi aku tidak akan menyerah dan terus yakin dan berdoa.
Beberapa hari kemudian ayahku menelponku.
Assalamualaikum.”
Waalaikum Salam.”
“Gus, kalau ingin membeli kendaraan, beli motor saja.”
“Lho, bapak dapat uang dari mana.”
“Begini, dulu sewaktu bapak masih muda teman bapak yang anak seorang pengusaha menitipkan uang sebesar sembilan puluh juta kepada bapak. Dan kemarin bapak menelponnya dan dia bilang kalau bapak butuh apa-apa pakai saja uang itu dulu.”
Alhamdulillah, terima kasih, pak,” tukasku sambil menitikkan air mata.
“Sama-sama anakku, apapun akan kulakukan untukmu.”
Mungkin inilah tanda kebesaran Allah. Allah mempunyai sifat Ar-Rahman yang artinya Maha Pemurah bagi seluruh makhuk-Nya di dunia, baik itu orang muslim atau orang kafir. Dan itu terbukti padaku. Alhamdulillah Ya Allah. Aku langsung sujud syukur sambil tak hentinya mulutku memuji Allah.
Keesokan harinya ayahku mentransfer uang sebesar dua puluh juta. Uang itu aku belikan motor seharga empat belas juta. Sisanya aku tabungkan untuk keperluanku di masa depan.
“Kegagalan adalah kemenangan yang tertunda meskipun dalam hal yang berbeda,” tukang servis komputer itu mengatakannya kepadaku. Dan dia sangat benar. Diawali dengan ditolaknya cintaku oleh Azizah yang kemudian berubah menjadi keberhasilanku membeli motor. Asalkan kita yakin dan rajin berdoa maka kita akan berhasil. Seperti pepatah Arab mengatakan, “Man Jadda Wajada”, orang yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil. Kegagalan itu kuanggap sebagai surat cinta dari Allah.

Selesai hari Senin, 30 April 2012,
Pukul 02.15 WIB,
Di Bandung


[1] Institut Agama Islam Negeri
[2] Electronic book, buku dalam bentuk file komputer
[3] Shalat sunnah yang mengiringi shalat wajib, yaitu shalat sunnah qabliyah dan ba’diyah

0 komentar:

Posting Komentar

Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...